Label

Minggu, 28 November 2010

BUDAYA KERJA



Dokumen Septi ini bisa kamu download lebih lengkapnya dalam file word di Budaya Kerja. Septi Dokumen 


1.         1.          Pengertian Budaya Kerja
Menurut George Thomason (Taliziduhu Ndraha 2005:203) work is an activity which demands the expenditure of energy or effort to create ‘raw materials’ those product or services which people value.
Kerja adalah aktifitas dimana tuntutan pemakaian energi atau tenaga untuk membuat ‘material kasar’ suatu produk atau jasa dimana orang menilai. Kerja merupakan proses penciptaan nilai pada suatu unit sumber daya.
Sar A. Levitan, Garth L. Mangum dan Ray Marshall (Taliziduhu Ndraha 2005:203) memberikan pengertian ‘kerja’ dengan leisure, menurutnya penggunaan kata ‘kerja’ tidak hanya memberikan nilai tambah ekonomi kepada orang tersebut. Misalnya bekerja tanpa bayaran seperti hobi, berkebun dan sebagainya. Suatu ‘kerja’ yang kelihatannya tidak langsung bernilai ekonomi, melainkan melainkan nilai psikologis, sosial, dan spiritual, seperti relaksasi, rekreasi, kepuasan intrinsic, ketenangan dan kedamaian, yang membuat kegiatan orang yang bersangkutan beroleh semangat baru mendapat inspirasi, pendorong atau potensi baru, bisa berdampak bisnis yang luas, dan oleh sebab itu juga memiliki nilai kerja walaupun vehicle (wujud)-nya bukan lembaga atau alat kerja.
Budi Paramita ( Taliziduhu Ndraha 2005:208), mendefinisikan budaya kerja sebagai sekelompok pikiran dasar atau program  mental yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi kerja dan kerjasama manusia yang dimiliki oleh suatu golongan masyarakat.
Dari definisi Budi Paramita tersebut, budaya kerja dapat diuraikan menjadi dua bagian yaitu :
1)                    sikap terhadap pekerjaan, yakni kesuakaan akan kerja dibandingkan dengan kegiatan lain seperti bersantai, atau semata-mata memperoleh kepuasan dari kesibukan pekerjaannya sendiri, atau merasa terpaksa melakukan sesuatu hanya untuk kelangsungan hidupnya,
2)                    Perilaku  pada waktu bekerja seperti rajin, berdedikasi, bertanggungjawab, berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan kewajibannya, suka membantu sesama karyawan atau sebaliknya.

Budaya Kerja adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai kerja. (Drs. Gering Supriyadi,MM dan Drs. Tri Guno, LLM ).
Sar A. Levitan, Garth L. Mangum dan Ray Marshall (Taliziduhu Ndraha 2005:203) memberikan pengertian ‘kerja’ dengan leisure, menurutnya penggunaan kata ‘kerja’ tidak hanya memberikan nilai tambah ekonomi kepada orang tersebut. Misalnya bekerja tanpa bayaran seperti hobi, berkebun dan sebagainya. Suatu ‘kerja’ yang kelihatannya tidak langsung bernilai ekonomi, melainkan melainkan nilai psikologis, sosial, dan spiritual, seperti relaksasi, rekreasi, kepuasan intrinsic, ketenangan dan kedamaian, yang membuat kegiatan orang yang bersangkutan beroleh semangat baru mendapat inspirasi, pendorong atau potensi baru, bisa berdampak bisnis yang luas, dan oleh sebab itu juga memiliki nilai kerja walaupun vehicle (wujud)-nya bukan lembaga atau alat kerja.
2. Vehicle (Wujud) dari budaya kerja
                Taliziduhu Ndraha (2005:208) menyatakan bahwa tingkat vehicle yang paling mendasar , yaitu basic assumption atau basic beliefe, bertemu dengan etika kerja. Vehicle yang dapat digunakan untuk membentuk dan mengaktualisasikan nilai tersebut adalah :
a)       Basic assumption and  basic beliefe of work (Pendirian tentang kerja).
b)       Sikap terhadap kerja dan lingkungan kerja.
c)       Perilaku di waktu bekerja.
d)       Lingkungan kerja dan alat kerja.

Menurutnya secara verbal formulasi diatas menunjukan bagaimana nilai-nilai kerja suatu organisasi dipelajari (ditanam dan dinyatakan) dengan menggunakan vehicle tertentu berkali-kali, sehingga (agar) masyarakat dapat mengamati atau merasakannya.
Hubungan antara nilai dan vehicle persis seperti hubungan antara arti dengan kata, arti dengan symbol, arti dengan isyarat, selanjutnya antara kata dengan tulisan dan antra tulisan dengan kertas. Vehicle bukan hanya alat atau cara untuk mengungkapkan nilai di dalam diri manusia atau lingkungannya.
Untuk dapat menjelaskan vehicle tersebut berikut ini fungsi vehicle bagi nilai :
1.       Sebagai cara atau alat untuk menyatakan nilai, tanpa vehicle suatu nilai tidak dapat dinyatakan kepada orang lain. Pada kemasan suatu barang diterakan kemasan itu.
2.       Sebagai tempat menyimpan nilai, ibarat tinta dengan tabungnya, tanpa vehicle, nilai lenyap.
3.       Sebagai transporter nilai, dengan adanya vehicle, nilai dapat dibawa kemana-mana.
4.       Cara, wadah, alat untuk menanam suatu nilai ke dalam diri manusia dan lingkungannya.
5.       Setiap nilai perlu dikemas di dalam sampul, bungkus, kardus, atau kotak.disini vehicle berfungsi sebagai sampul dan sebagainya.
6.       Vehicle bisa berarti atau diberi muatan sejumlah nilai untk kemudian ditransmisikan ( diamalkan kepada orang lain).
Berikut ini bentuk vehicle  dari Budaya kerja :
1.       Basic assumption and  basic beliefe of work (Persepsi tentang kerja).
Persepsi (anggapan dasar, kepercayaan dasar) tentang kerja, terbentuk melalui konstruksi pemikiran silogistik. Premisnya adalah pengalaman hidup empiric, dan conclusion adalah kesimpulannya dalam bentuk persepsi.
a.        Kerja adalah hukuman, ketika nabi Adam dan Siti hawa (yang dipercaya cikal bakal manusia di dunia) masih hidup di surge, semua kebutuhannya dipenuhi oleh Tuhan. Apa yang mereka inginkan tersedia tanpa harus bekerja. Ketika berbuat dosa, keduanya dilemparkan ke dunia dan harus bekerja untuk memenuhi kehidupannya Jadi bekerja menurut sebagian orang Abad pertengahan merupakan akibat berbuat dosa, sehingga bekerja menunjukan kehinaan manusia. Salah satu bentuk hukuman yang dapat dijatuhkan oleh negara kepada seorang terpidana adalah kerja paksa. Kendatipun pada mulanya orang berontak, tetapi lama-kelamaan kerja seperti takdir atau nasib dan diterima sebagai kenyataan : budaya kerja sebagai hukuman.
b.       Kerja adalah upeti, pengabdian kepada raja, di zaman feudal, rakyat dianggap sebagai milik sang raja dank arena itu, di satu pihak raja menuntut pengabdian dan loyalitas sepenuhnya dari rakyat, dan di pihak lain, rakyat wajib mempersembahkan dirinya dan keluarganya kepada raja.
c.        Kerja adalah beban, bagi orang malas, kerja adalah beban. Demikian juga bagi akaum budak zaman dahulu, atau pekerja yang berada dalam posisi terpaksa atau dipaksa, lebih- lebih bagi pekerja yang bekerja tanpa imbalan yang memadai.
d.       Kerja adalah kewajiban, dalam birokrasi atau sistem kontraktual, kerja adalah kewajiban, guna memenuhi kewajiban atau membayar utang.
e.        Kerja adalah sumber penghasilan, kerja sebagai sumber nafkah merupakan anggapan dasar masyarakat pada umumnya. Anggapan dasar ini juga pangkal profesionalisme.
f.         Kerja adalah kesenangan, kerja sebagai hobi, yang berkaitan dengan waktu luang.
g.        Kerja adalah status, dalam administrasi kependudukan, penduduk dapat digolongkan menjadi ‘bekerja’ dengan ‘tidak bekerja’, selanjutnya ‘tidak bekerja’ dibagi lagi menjadi ‘penganggur’ dan ‘bukan penganggur’.
h.        Kerja adalah prestise atau gengsi, sebagian orang memilih-milih pekerjaan bagi mereka ada pekerjaan yang ‘mulia’, dan ada juga yang ‘hina’.
i.         Kerja adalah harga diri, orang merasa tidak enak disebut penganggur atau tidak mempunyai pekerjaan tertentu. Penganggur dianggap beban masyarakat dan pemalas dipandang hina.
j.         Kerja adalah aktualisasi diri, kerja disini dikaitkan dengan cita-cita atau ambisi. Setiap orang memiliki cita-cita dan ia berusaha mencapainya melalui kerja keras.
k.        Kerja adalah panggilan jiwa, kerja disini berkaitan dengan bakat atau talent dan volition, panggilan jiwa yang menantang yang bersangkutan untuk mengerjakan sesuatu yang spesifik, unik, berbahaya, mengandung resiko, di tempat terpencil, jauh dari kesenangan dan sebagainya.
l.          Kerja adalah pengabdian, didorong dari motif kepedulian terhadap sesama lingkungan, baginya bekerja bukan untuk mendatangkan penghasilan sebagai sumber nafkah, bekerja tanpa pamrih.
m.       Kerja adalah hak dan juga sebaliknya hak adalah kerja, Pasal 22 ayat (2) UUD 1945 naskah lama berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, dari sini kerja kerja adalah kebutuhan dan tuntutan, dan termasuk dalam pelayanan masyarakat.
n.        Kerja adalah hidup, dan sebaliknya hidup adalah kerja, kegiatan atau perilaku manusia lainnya yang berfungsi mendukung misi manusia di bumi sebagai pengelola dunia.
o.       Kerja adalah ibadah, kerja merupakan pernyataan syukur atas hidup di dunia ini, kerja seakan-akan kepada dan bagi kemuliaan nama Tuhan dan bukan bagi manusia.
p.       Kerja adalah suci, kerja harus dihormati dan dihargai, jangan dicemarkan dengan perbuatan dosa, kesalahan, pelanggaran dan kejahatan.
2.       Sikap terhadap kerja dan lingkungan kerja.
Sikap adalah kecenderungan jiwa terhadap sesuatu, kecenderungan tersebut berkisar antara menerima sepenuhnya dengan menolak sekeras- kerasnya. Jika pendirian dapat diukur dengan skala kuat sampai lemah, kokoh sampai goyah, maka sikap diukur dengan skala positif, ragu-ragu sampai negative. Manusia menunjukan berbagai sikap terhadap kerja, misalnya bertolak dari anggapan dasar bahwa kerja itu adalah hukuman, maka timbulah sikap tertentu terhadap kerja yang bersangkutan : kerja dipandang sebagai siksaan.
Sikap terhadap nilai kerja dapat berubah, diubah dan diperbaharui. Mengingat sikap berada dalam ruang kognitif, maka sikap terhadap pekerjaan dipengaruhi oleh dan karena itu dapat diubah melalui :
1.       Informasi dan pengetahuan tentang kerja.
2.       Kesadaran akan kepentingan tertentu.
3. Perilaku di waktu bekerja                         
Dari sikap terhadap pekerjaan, lahir perilaku di saat bekerja. Misalnya dari pendirian bahwa kerja adalah ibadah, lahir sikap antusias ( bersemangat) terhadap pekerjaan. Orang yang bekerja antusias bekerja dengan penuh semangat. Dari sikap bersemangat muncul perilaku seperti rajin, tidak cepat lelah, sungguh-sungguh, ramah, tabah, teliti dan sebangsanya.
4. Lingkungan kerja dan alat kerja
                Dalam bekerja, manusia membangun lingkungan kerja yang nyaman dengan menggunakan alat (teknologi) agar ia bekerja efektif, efisien, dan produktif. Lingkungan kerja dalam arti fisik dibangun berdasarkan prinsip-prinsip ergonomic. Ergonomics adalah studi tentang hubungan bioteknikal antara sifat-sifat fisik manusia dengan tuntutan fisik pekerjaan. Sasaran studi ini adalah pengurangan ketegangan fisik manusia dengan tuntutan fisik pekerjaan.
Kecenderungan jiwa juga terlihat dalam hubungan kerja dengan lingkungan kerja. Lingkungan kerja baik lingungan alam, lingkungan teknologi, lingkungan sosial dan lingkungan spiritual. Kecenderungan ini diukur dengan tingkat keserasian, kesesuaian, keseimbangan, dan kenyamanan antara organisasi dengan lingkungannya.
Tabel 2.5 Pendirian Tentang, Sikap Terhadap, Perilaku pada Saat, dan Raga, Kerja
Talidziduhu Ndraha  (2005:215)
PENDIRIAN TENTANG KERJA
SIKAP TENTANG PEKERJAAN
PERILAKU KETIKA BEKERJA
LINGKUNGAN DAN
ALAT KERJA
Kerja adalah hukuman
Negative, tak ikhlas, ragu-ragu
Menderita, pasif, menyesal, protes
Lingkungan tidak nyaman, alat minim, tak menarik, kinerja rendah
Kerja adalah upeti
Negative, pasrah
Ketakutan, kehilangan, terpaksa
Lingkungan tidak nyaman, alat minim, tak menarik, kinerja rendah
Kerja adalah beban
Negative, tidak ikhlas
keberatan, ingin cepat-cepat
Lingkungan tidak nyaman, alat minim, tak menarik, kinerja rendah
Kerja adalah kewajiban
Positif jika haknya diindahkan
Aktif
Lingkungan tidak nyaman, alat minim, tak menarik, kinerja rendah
Kerja adalah sumber penghasilan
Positif jika (diharapkan) berhasil
Aktif, sangat aktif
Kinerja tinggi, kinerja sedang
Kerja adalah kesenangan
Positif, negative
Aktif, alon-alon
Kinerja tinggi, kinerja rendah
Kerja adalah status
Positif
Aktif
Kinerja sedang
Kerja adalah prestise atau gengsi
Positif, negative
Aktif, negative
Kinerja sedang
Kerja adalah harga diri
Positif
Aktif
Kinerja sedang
Kerja adalah aktualisasi diri
Positif
Sangat aktif, rela berkorban
Kinerja tinggi
Kerja adalah panggilan jiwa
positif, selektif
Sangat aktif rela berkorban
Kinerja tinggi
Kerja adalah pengabdian
Positif, tanpa pamrih
Sangat aktif rela berkorban
Kinerja tinggi
Kerja adalah hak
Positif
Menuntut berjuang
Kinerja tinggi
Kerja adalah hidup
Positif
Sangat aktif
Kinerja tinggi
Kerja adalah ibadah
Positif
Sangat aktif, ritual
Kinerja tinggi
Kerja adalah suci
Positif
Aktif, pasif
Kinerja tinggi, kinerja rendah
3.       Nilai Kerja
Andreas A Danandjaja (Talidziduhu Ndraha (2005:29) mendefinisikan nilai sebagai pengertian-pengertian (conception) yang dihayati seseorang mengenai apa yang lebih penting atau yang kurang penting, apa yang lebih baik atau kurang baik, dan apa yang lebih benar atau kurang benar.
Nilai adalah konsep yang bersifat abstrak, tidak dapat dipahami tanpa dikaitkan dengan tanda tertentu, misalnya nilai ‘hormat’. Nilai hormat yang terkandung didalam hati hanya dapat terlihat jika diungkapkan oleh ‘anggukan kepala’. Sebaliknya anggukan kepala tidak hanya berfungsi sebagai tanda nilai ‘hormat’ tetapi juga alat untuk menyatakan nilai ‘ persetujuan’, ‘ya’ atau ‘tidak’. Nilai menunjukan arti atau guna, sehingga bagi pelaku budaya dan bagi lingkungannya tertentu disebut bernilai.     
Nilai kerja ( Taliziduhu Ndraha 2005:204) adalah setiap nilai yang dihasilkan (output) melalui kerja sebagai proses (troughput) dan nilai yang dirasakan oleh pembeli atau penerima melalui penggunaan atau penikmatnya (outcome) dalam bentuk nilai baru, nilai tambah dan nilai lebih. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa inti dari nilai kerja adalah etos kerja.
Taliziduhu Ndraha (2005:204) berpendapat bahwa budaya kerja identik dengan etos kerja. Bentuk dari etos kerja adalah produktifitas dan kualitas kerja. Sebagai inti nilai kerja, etos kerja dapat diukur dengan tinggi atau rendah, kuat (keras) atau lemah, tidak dengan baik-buruk atau benar salah.
Ethos berasal dari kata Inggris yang artinya watak atau semangat fundamental suatu budaya, berbagai ungkapan yang menunjukan kepercayaan, kebiasaan, atau perilaku suatu kelompok masyarakat. Etos merupakan kekuatan pendorong, atau penggerak sehingga manusia siap bekerja sekuat tenaga.
John K. S dan Benjamin Y. K( Wirawan 2007:58) mendefinisikan etos kerja (work ethic) sebagai “work ethic is beliefe sistem pertains ti ideas that stress individualism/ independence and the positive effect of work on individuals. Work is thus considered good in itself because it dignifies a person. Making personal effort to work hard will ensure success”.
Menurut John K. S dan Benjamin Y. K etos kerja mengenai ide yang menekankan individualism atau indepedensi dan pengaruh positif berkerja terhadap individu. Bekerja dianggap baik karena dapat meningkatkan derajat kehidupan serta status sosial seseorang. Berupaya bekerja keras akan memastikan kesuksesan.
Wirawan dalam “Teori dan Aplikasi Penelitian Budaya dan Iklim Organisasi” (2007:58-59) menyatakan sejumlah indikator yang dapat mengukur etos kerja seseorang :
1.       Internal locus control, artinya percaya bahwa nasib seseorang ditentukan oleh dirinya sendiri, kebalikannya external locus control yaitu nasib seseorang ditentukan oleh factor-faktor di luar diri sendiri. Orang yang etos kerjanya tinggi berprinsip  internal locus control, kesuksesan dan kegagalan ditentukan oleh dirinya sendiri.
2.       Kerja sebagai cara untuk mencapai kebahagiaan hidup, orang yang beretos kerja tinggi mempunyai kepercayaan tinggi bahwa kerja merupakan suatu cara untuk mencapai kebahagiaan hidup.
3.       Komitmen terhadap pekerjaan. Etos kerja memeliki keterikatan dengan komitmen terhadap pekerjaan. Orang yang beretos kerja tinggi memiliki komitmen yang juga tinggi terhadap pekerjaan. Ia merasa bertanggung jawab dan berupaya menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.
4.       Kerja keras merupakan sumber kesuksesan, orang yang mempunyai etos kerja berpendapat bahwa kerja merupakan sumber kesuksesan dan kemalasan merupakan sumber kegagalan mencapai sesuatu.
5.       Bekerja sebagai investasi, orang yang beretos kerja menganggap bekerja merupakan suatu investasi yang akan menghasilkan return of investment .
6.       Manajemen waktu, orang yang beretos kerja mengelola wdengan baik karena memegang prisnsip bahwa waktu adalah uang. Ia dapat membagai dan menjalankan jadwalnya secara proporsional, sehingga tidak merugikan dirinya sendiri dalam kaitannya untuk bekerja, bersantai, beristirahat maupun bersosialisasi dengan orang lain.
7.       Ambisi untuk berprestasi dan maju, orang yang beretos kerja sangat ambisius untuk berprestasi dan mencapai kemajuan, ia melaksanakan pekerjaannya bukan sekedar melaksanakan aktivitas, tetapi ingin menghasilkan suatu kinerja dengan prestasi tinggi.
8.       Disiplin dalam bekerja, disiplin tinggi dalam bekerja merupakan cirri orang yang beretos kerja tinggi. Ia ingin efektif dan efisien dalam melasksanakan pekerjaannya, oleh karena itu ia disiplind alam melaksanakan pekerjaannya bukan sekedar melaksanakan aktivitas tetapi ingin menghasilkan suatu kinerja dengan prestasi tinggi.
9.       Kejujuran dalam melaksanakan tugas dan menghindari konflik interes, karyawan yang beretos kerja tinggi jujur dalam melaksanakan tugas dan menghindari konflik interes.
10.    Kepercayaan bahwa kerja memberikan kontribusi kepada moral individu dan kesejahteraan dan keadilan. Orang yang mengabdikan hidupnya untu pekerjaan mempunyai moral pribasi yang baik, ia berupaya meningkatkan produktifitasnya yang kemudian dapat membantu meningkatkan kesejahteraan dan keadilan sosial.



4.          Kualitas dan Nilai
                Setiap alat pemenuh kebutuhan mempunyai kualitas. Kualitas merupakan karakteristik alat yang bersangkutan. Kualitas itu meskipun dapat berubah, harus didefinisikan bahkan untuk masa distandarisasikan menjadi pegangan bagi semua subkultur. Alat yang dianggap dapat memenuhi kebutuhan disebut bernilai atau mengandung nilai.          
Talizduhu Ndraha menggambarkan hubungan antara kualitas dan nilai adalah bahwa untuk membedakan kondisi alat tertentu pada suatu waktu dibanding dengan waktu lainnya, kualitas alat itu perlu dievaluasi, kualitas yang telah dievaluasi tersebut maka alat atau benda tersebut menjadi bernilai, berangkat dari hal tersebut nilai yang disepakati menjadi sebuah norma yang di patuhi dimasyarakat maka dikostruksikan menjadi ideology dan disakralkan menjadi dogma, dogma tersebut menjadi feed back bagi kualitas.
D.           Pengaruh Budaya Kerja Terhadap Efektivitas Sistem Manajemen Mutu
Menurut Prajudi Atmosudirjo (Endang Sobana, 2005:135), efektivitas harus dilakukan melalui pendekatan, bisa melalui pendekatan personil atau melalui pendekatan organisasi. Efektivitas dapat terlihat dari Mutu Proses Pelaksanaan Manajemen. Efektivitas manajemen sekolah dapat diukur dari pengaruhnya terhadap ketercapaianya bidang garapan manajemen, proses, serta sumber daya manusia.
  Sebelumnya telah diuraikan beberapa bidang garapan dari manajemen sekolah, berikut singkatnya : 1). Manajemen kurikulum, 2). Manajemen Kesiswaan, 3). Manajemen personalia, 3). Manajemen keuangan, 4). Manajemen perawatan preventif sarana dan prasana sekolah.
Keseluruhan bidang garapan manajemen sekolah tersbut berjalan dengan prosedur yang ditetapkan oleh ISO 9001:2000 yang telah diuraikan sebelumnya mengenai penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000(Vincent Gaspers 2003:15) :
1.       Umum
2.       Manual Mutu (Visi, Misi, kebijakan mutu, sasaran mutu, peta interaksi proses kegaiatan isntitusi, penerapan dan pengesampingan)
3.       Dokumen Interaksi Proses (Pengendalian dokumen, pengendalian rekaman)
4.       Tanggung jawab Manajemen ( komitmen manajemen, rapat tinjauan manajemen)
5.       Manajemen Sumber Daya (Pengelolaan sumber daya, pengelolaan SDM dan pelatihan, penyediaan peralatan dan pengelolaan lingkungan)
6.        Realisasi Pelaksanaan Kegiatan (Ditetapkan secara rinci dalam bagian alir kegiatan)
7.       Proses Desain dan Pengembagan
8.       Analisis dan Evaluasi Kegiatan (Kepuasan pelanggan, kinerja hasil, upaya perbaikan terus menerus)
9.       Penanganan produk tidak sesuai
10.    Tindakan Korelasi dan Pencegahan.

Menurut Vincent Gaspaerz (2003) suatu proses dapat didefinisikan sebagai integrasi sekuensial dari orang, material, metode dan mesin atau peralatan dalam lingkungan untuk menghasilkan nilai tambah output bagi pengguna atau pelanggan.
Proses manajemen menempati posisi begitu penting dalam perkembangan manajemen moderen, dikarenakan pada umumnya semua produk/ atau jasa diproduksi atau diserahkan kepada pelanggan melalui suatu proses kerja atau proses bisnis. Berdasarkan pemikiran bahwa kepuasan pelanggan adalah hal utama dalam kerangka keberlangsungan suatu perusahaan produk atau jasa, maka proses kerja itulah yang perlu ditingkatkan performansinya secara terus menerus agar mampu memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan secara terus menerus pula . Dengan kata lain konsep manajemen akan berkaitan dengan perbaikan kualitas
Perbaikan proses pengelolaan sekolah melalui sistem manajemen mutu menurut Gaspaerz kebanyakan program perbaikan atau peningkatan mutu gagal karena: 1). Program-program itu memiliki sistem manajemen mutu, tetapi tiada keinginan kuat dari manajemen untuk menerapkannya secara konsisten, atau 2) Manajemen memiliki keinginan untuk menerapkan program perbaikan mutu tetapi organisasi tersebut tidak memiliki suatu sistem manajemen mutu. Dengan kata lain kata kunci perbaikan dan peningkatan mutu bergantung pada komitmen dan keinginan kuat manajemen serta adanya suatu bentuk sistem manajemen mutu.
Vincent Gasperz (2005:15) menyatakan bahwa Tahap menetapkan partisipasi karyawan dan pelatihan dalam sistem akan menjadi sangat penting untuk keberhasilan dan efisiensi dari sistem manajemen kualitas. Hal ini menjadi kritis dan harus dipastikan setiap orang dalam organisasi menyadari bahwa sistem manajemen kualitas akan mengendalikan sekitar 85% dari aktifitas kerja dan hanya menyisakan sekitar 15% pada pengendalian yang didasarkan orang. Transformasi sistem manajemen kualitas akan ditentukan pada tahap ini apakah berhasil atau gagal total.
Begitu rumit dan panjang proses dari sistem manajemen mutu ini, dan tentunya yang memegang peranan penting adalah dari sumber daya manusia, maka memerlukan kondisi yang budaya kerja yang baik dalam suatu sekolah.
  Dalam sistem manajemen mutu, budaya kerja menjadi pedoman dan pegangan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, seharusnya segenap komponen sekolah memiliki kepedulian dan tanggung jawab dalam memberikan pelayanan prima terhadap peserta didik, sehingga mampu memberikan kepuasan.
Hal penting dalam perencanaan implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000 adalah budaya kerja di sekolah itu sendiri. Budaya kerja merupakan hal sangat penting dan utama dalam membangun sistem manajemen mutu ISO 9001:2000. Tanpa ada budaya kerja yang baik maka kecil kemungkinan pelaksanaan dan penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000 akan berjalan dan tercapai baik sesuai dengan yang direncanakan oleh sekolah.

 



Refferensi:
Hariandja, T.E Marihot.(2006). Perilaku memahami dan mengelola perilaku dalam organisasi .Bandung:Unparpress
M, Rivai. (1980). Administrasi Pendidikan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Ndraha,  Talidziduhu. (1997) Teori Budaya Organisasi. Rineka Cipta. Jakarta.
Ndraha,  Talidziduhu. (2005) Teori Budaya Organisasi. Rineka Cipta. Jakarta.
Robbin, Stephen P and Nancy langton. (2003). organizational behavior [online] tersedia di situs Pearson Education Canada
Sobana, Endang.(2005).Pengaruh Budaya Kerja terhadap Kinerja pegawai. Skripsi. Administrasi Pendidikan UPI 
Soft Side Budaya Organisasi [online] Tersedia di Http:// www.budpar.go.id/filedata/2661.922.html
Sudrajat, Akhmad. (2008). Budaya Organisasi di Sekolah [online] Tersedia di : http://akhmadsudrajat.wordpress.com/
Wirawan, (2007). Budaya dan iklim organisasi teori aplikasi dan penelitian. Salemba Empat. Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar